Stop Politik Bagi Jabatan! DPR Minta BUMN Dikelola Profesional

Stop Politik Bagi Jabatan! DPR Minta BUMN Dikelola Profesional

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) minta agar pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilakukan secara profesional guna meningkatkan kinerja dan daya saingnya.

Stop Politik Bagi Jabatan! DPR Minta BUMN Dikelola Profesional

DPR mendukung pembentukan badan pengelola investasi seperti Danantara yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui konsolidasi dan pengelolaan yang lebih fleksibel. Dengan UU BUMN terbaru, tata kelola BUMN diharapkan menjadi lebih transparan dan akuntabel.

Selain itu, pengelolaan juga bebas dari intervensi yang tidak profesional agar dividen dan kontribusi BUMN kepada negara tetap optimal. Berikut ini Politik Ciki akan membahas pentingnya pengelolaan profesional di BUMN, sorotan DPR terhadap penempatan jabatan, serta upaya reformasi tata kelola perusahaan negara demi meningkatkan kinerja dan daya saing nasional.

DPR Soroti Penempatan Jabatan BUMN

Penunjukan Sudaryono sebagai Komisaris Utama PT. Pupuk Indonesia mendapat kritik tajam dari anggota DPR RI, khususnya Firman Soebagyo dari Fraksi Partai Golkar. Menurut Firman, posisi di BUMN seharusnya tidak dijadikan lahan bagi kepentingan politik atau bagi-bagi jabatan, melainkan harus didasarkan pada rekam jejak, integritas, dan kemampuan manajerial yang terbukti.

“Sudah saatnya kita benahi lewat revisi UU BUMN dan UU ASN agar penempatan jabatan di BUMN benar-benar berbasis kompetensi, bukan politik,” tegas Firman dalam keterangan pers, Kamis, 19 Juni 2025.

Ia menyampaikan keprihatinannya atas praktik rangkap jabatan yang masih terjadi di pemerintahan, khususnya di perusahaan pelat merah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam kasus Pupuk Indonesia, ia menilai bahwa BUMN tersebut merupakan perusahaan strategis yang semestinya dipimpin oleh sosok yang fokus dan berkompetensi penuh di bidang manajemen korporasi serta industri pupuk nasional.

Dampak Politik Terhadap Profesionalisme BUMN

Praktik penempatan jabatan berdasarkan kedekatan politik dapat menciptakan berbagai masalah serius dalam tata kelola perusahaan BUMN. Salah satunya adalah terhambatnya profesionalisme dalam pengambilan keputusan, serta munculnya konflik kepentingan yang mengaburkan prioritas antara kepentingan publik dan kepentingan kelompok.

Sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional, BUMN memiliki peran strategis yang tidak bisa diisi sembarangan. PT. Pupuk Indonesia, misalnya, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga ketahanan pangan nasional melalui distribusi pupuk bersubsidi.

Jika pengelolaannya tidak dilakukan oleh tenaga profesional yang fokus dan paham ekosistem industri. Maka yang dirugikan adalah petani dan masyarakat luas. Firman juga mengingatkan bahwa jabatan komisaris bukanlah jabatan seremonial semata. Komisaris utama memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi kebijakan dan arah strategis perusahaan.

Oleh karena itu, menurutnya, figur yang ditunjuk harus mampu bekerja penuh waktu dan bebas dari tekanan politik.

Baca Juga:

Evaluasi Kritis Terhadap Penunjukan Sudaryono

Stop Politik Bagi Jabatan! DPR Minta BUMN Dikelola Profesional

Meski mengkritik, Firman tidak sepenuhnya menolak penunjukan Sudaryono. Ia mengakui bahwa ada sisi positif dari penempatan tersebut. Misalnya, latar belakang Sudaryono sebagai Wamentan memungkinkan adanya koordinasi kebijakan yang lebih cepat antara pemerintah dan perusahaan, terutama dalam mendukung sektor pertanian.

“Namun manfaat ini tetap harus diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat dan transparansi yang tinggi,” ujar Firman.

Dalam konteks ini, ia mendorong agar pemerintah membuka ruang evaluasi yang obyektif dan melibatkan lembaga pengawasan independen. Tujuannya adalah memastikan bahwa jabatan komisaris tidak hanya dijadikan alat politik balas jasa, tetapi benar-benar mendukung kinerja dan pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan.

Usulan Revisi UU BUMN dan UU ASN

Sebagai solusi jangka panjang, Firman Soebagyo mendorong dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Revisi tersebut harus mengatur secara tegas tentang larangan rangkap jabatan bagi pejabat negara yang masih aktif, terutama di sektor-sektor strategis seperti energi, pangan, dan keuangan.

“Revisi ini penting agar ada kepastian hukum yang mencegah praktik politisasi jabatan di BUMN. Kita ingin BUMN benar-benar menjadi agen pembangunan, bukan alat transaksi kekuasaan,” ujarnya.

Ia juga mendorong pembentukan badan seleksi independen untuk semua penempatan jabatan tinggi di BUMN, yang bekerja berdasarkan prinsip meritokrasi. Hal ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas layanan publik.

Kesimpulan

Polemik penunjukan pejabat politik sebagai komisaris BUMN kembali membangkitkan kesadaran akan pentingnya reformasi tata kelola perusahaan negara. Kritik dari DPR, seperti yang disampaikan oleh Firman Soebagyo. Menunjukkan bahwa masih ada upaya dari dalam sistem untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam tubuh BUMN.

Penempatan jabatan strategis semestinya bukan soal balas budi atau kedekatan politik, melainkan tentang kapasitas, integritas, dan komitmen terhadap pelayanan publik. Dengan revisi regulasi yang tepat, pengawasan yang kuat, serta semangat reformasi yang konsisten, BUMN dapat kembali menjadi motor pembangunan nasional yang bersih, profesional, dan berdaya saing tinggi.

Simak dan ikuti terus Politik Ciki agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar dari rmol.id