Dugaan Pelanggaran Persaingan Tak Sehat dan Hambatan Usaha
Kasus ini bermula dari laporan PT Laboratorium Medio Pratama, yang menuduh INTILAB bersama dua individu pemiliknya, Herdanu Ridwan dan Allen, melakukan pelanggaran atas Pasal 23 dan 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kedua pasal ini mengatur tentang larangan penyalahgunaan informasi rahasia dan penghambatan terhadap pesaing dalam produksi dan pemasaran.
Menurut KPPU, para Terlapor diduga memanfaatkan informasi rahasia milik Medio Pratama kemungkinan besar berupa data operasional, sistem kerja, atau pelanggan untuk kepentingan bisnis mereka sendiri. Lebih dari itu, ada dugaan bahwa mereka juga aktif melakukan tindakan yang menghambat operasional dan pemasaran perusahaan pesaing tersebut. Jika terbukti, kasus ini menjadi bukti nyata bahwa persaingan bisnis tak sehat masih menjadi momok besar di sektor kesehatan dan laboratorium di Indonesia.
Tiga Kali Mangkir, KPPU Ambil Sikap Tegas
Ketidakhadiran para Terlapor bukan yang pertama. Dalam Perkara No. 04/KPPU-L/2025, ini merupakan kali kedua pemilik INTILAB dan dua terlapor individu mangkir dari sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Sidang tersebut sejatinya digelar untuk membacakan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) dan memverifikasi dokumen serta bukti yang telah dikumpulkan.
Deswin Nur, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU, menjelaskan bahwa KPPU telah menjadwalkan pemanggilan ketiga pada 29 Juli 2025. Bila kembali tidak diindahkan, maka KPPU akan memulai sidang tanpa kehadiran para Terlapor, dan selanjutnya melibatkan penyidik untuk melakukan pemanggilan paksa.
Langkah ini sesuai dengan Pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999, yang memberikan kewenangan kepada KPPU untuk meminta bantuan penyidik dalam menghadirkan pelaku usaha atau pihak terkait yang mengabaikan proses hukum.
Baca Juga: Vonis Tom Lembong Dipertanyakan, Mahfud Soroti Ketiadaan Mens Rea
Majelis Komisi dan Proses Pemeriksaan Lanjutan
Proses pemeriksaan perkara ini dipimpin langsung oleh Majelis Komisi KPPU, yang diketuai oleh Gopprera Panggabean. Dengan Aru Armando sebagai wakil ketua dan Budi Joyo Santoso sebagai anggota. Ketiganya memiliki tugas memastikan seluruh proses berjalan objektif, transparan, dan sesuai hukum.
Jika para Terlapor tetap tidak kooperatif, maka Pemeriksaan Lanjutan akan berjalan tanpa kehadiran mereka. Pada tahap ini, KPPU memiliki wewenang lebih besar untuk menggali fakta melalui saksi, saksi ahli, dan bukti tambahan. Kehadiran atau ketidakhadiran Terlapor tidak akan menghentikan proses, dan justru dapat merugikan posisi hukum mereka di persidangan.
Dampak Terhadap Dunia Usaha dan Citra Industri
Kasus ini memberi sinyal kuat bahwa bisnis laboratorium pun tidak kebal terhadap praktik curang dan monopoli. Ketika informasi internal disalahgunakan dan kompetitor dihambat, bukan hanya perusahaan yang dirugikan. Tetapi juga konsumen dan ekosistem layanan kesehatan secara keseluruhan.
Bila terbukti bersalah, INTILAB dan individu terkait berpotensi menerima sanksi denda hingga miliaran rupiah. Bahkan bisa dikenai pembubaran usaha atau pencabutan izin tergantung pada beratnya pelanggaran. Citra industri laboratorium pun bisa tercoreng, karena masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap etika pelaku usahanya.
Kesimpulan
Kasus dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha oleh INTILAB dan pemiliknya menjadi contoh penting bahwa ketidakpatuhan terhadap hukum tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi. Dua kali mangkir dari panggilan KPPU menunjukkan indikasi ketidakkooperatifan yang bisa memperburuk posisi hukum mereka.
Pemilik lab di Tangerang dipanggil KPPU, menunjukkan bahwa penegakan hukum di bidang persaingan usaha terus diperkuat. Ke depan, diharapkan kasus ini bisa menjadi pelajaran penting bagi pelaku usaha lainnya untuk tetap menjunjung tinggi etika dan persaingan sehat dalam menjalankan bisnis.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di POLITIK CIKI.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari news.detik.com
- Gambar Kedua dari m.facebook.com