Komnas HAM secara tegas meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperpanjang masa pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Permintaan ini dilontarkan untuk memberikan ruang yang lebih luas dalam mengkaji secara mendalam berbagai poin penting dalam RKUHAP agar tidak berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Mari kita ulas lebih dalam di Politik Ciki.
Latar Belakang Permintaan Perpanjangan Pembahasan
Ketua Komnas HAM RI, Anis Hidayah, menegaskan bahwa pembahasan RKUHAP saat ini perlu diperpanjang karena terdapat sejumlah hal yang sangat prinsipil. Dan mendasar yang berisiko menimbulkan pelanggaran HAM jika tidak ditangani dengan serius.
Anis berharap DPR dapat memberikan ruang waktu tambahan agar hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah tersebut bisa diminimalisir atau dihindari sama sekali dalam undang-undang yang akan disahkan.
Menurut Anis, pembahasan RKUHAP memang sudah berlangsung. Namun mengingat KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang dipakai selama ini sudah ada sejak lama dan memiliki celah yang cukup besar terhadap pelanggaran HAM. Maka revisi ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Dan berpegang pada prinsip-prinsip HAM yang kuat.
Dia juga menyatakan apresiasi atas proses pembahasan yang sudah berjalan. Namun tetap menegaskan bahwa proses ini adalah pekerjaan rumah yang sudah lama ada di Indonesia yang perlu lebih diperbaiki secara menyeluruh.
Kritik Masukan Dari Berbagai Pihak
RKUHAP versi yang sedang dibahas menuai kritik luas dari masyarakat termasuk berbagai lembaga terkait HAM seperti Komnas Perempuan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Serta Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia yang terdiri dari 18 akademisi hukum pidana dari berbagai universitas.
Mereka menyatakan bahwa pembahasan RKUHAP ini berlangsung dengan tergesa-gesa dan substansi yang ada belum mencerminkan semangat reformasi hukum pidana. Bahkan dikhawatirkan RKUHAP yang disusun saat ini berpotensi menjadi langkah mundur yang memperkuat kekuasaan aparat penegak hukum secara koersif dan mengabaikan prinsip keadilan prosedural.
Selain itu, beberapa masyarakat juga menyatakan keinginan agar pembahasan RKUHAP ini ditunda dan dimulai kembali dari awal demi memastikan bahwa seluruh aspek HAM dan aspirasi publik benar-benar terakomodasi.
Namun Anis menganggap langkah yang paling realistis saat ini adalah memperpanjang pembahasan dan melakukan kajian mendalam untuk memberi ruang masukan agar revisi KUHAP ke depan bisa lebih baik serta sesuai prinsip hak asasi manusia.
Baca Juga: Ramai-Ramai ART Geruduk DPR, Tuntut Pengesahan UU PPRT Segera
Revisi yang Perlu Diperhatikan
Komnas HAM dalam kajian dan rekomendasinya telah menyoroti beberapa pokok penting dalam RKUHAP. Antara lain terkait mekanisme penyelidikan dan penyidikan. Penggunaan upaya paksa, praperadilan, keadilan restoratif. Serta perlindungan hak-hak tersangka, terdakwa, saksi, ahli, dan korban.
Selain itu, perhatian juga diberikan pada hak-hak kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, dan lansia, hak atas bantuan hukum. Dan proses pembuktian serta koneksitas antar perkara.
Kesemua hal tersebut harus dirumuskan dengan mengedepankan prinsip keadilan substansial. Dan prosedural serta menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat hukum.
Komnas HAM juga merekomendasikan agar pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR. Menyelaraskan hak-hak tersangka terdakwa. Dan pihak terkait lainnya untuk memastikan hak asasi mereka terlindungi secara maksimal dalam proses hukum.
Hal ini penting untuk meminimalisir risiko pelanggaran HAM yang selama ini terjadi akibat celah dalam KUHAP lama yang saat ini sedang direvisi.
Dukungan & Harapan Dari Pemerintah
Wakil Menteri HAM, Mugiyanto. Turut menyatakan persetujuannya terhadap usulan Komnas HAM yang meminta DPR memperpanjang masa pembahasan RKUHAP. Mugiyanto menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin revisi KUHAP dilakukan terburu-buru tanpa memperhatikan masukan-masukan penting dari masyarakat dan lembaga terkait.
Ia juga menilai bahwa penting bagi DPR untuk memberi ruang bagi berbagai aspirasi. Dan kritik tersebut agar benar-benar dibahas kembali sebelum pengesahan di parlemen.
Mugiyanto menekankan bahwa tujuan utama revisi KUHAP adalah untuk menyempurnakan undang-undang yang lama. Dan memastikan bahwa proses penegakan hukum ke depan tidak menciptakan pelanggaran HAM baru yang lebih luas.
Pemerintah dan DPR diharapkan bersama-sama berkomitmen untuk memperbaiki sistem hukum acara pidana dengan memperhatikan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Kesimpulan
Komnas HAM dengan tegas mendesak DPR untuk memperpanjang pembahasan RKUHAP agar dapat menampung dan mengkaji berbagai masukan dari masyarakat, akademisi. Dan lembaga terkait guna menghindari lahirnya peraturan yang memicu pelanggaran hak asasi manusia.
Permintaan ini didasari oleh kebutuhan untuk memperbaiki KUHAP lama yang sudah menimbulkan celah besar pelanggaran HAM. Serta adanya kritik yang cukup luas terhadap draf RKUHAP yang sedang dibahas.
Pemerintah dan DPR diharapkan bersinergi dalam proses ini dengan membuka ruang partisipasi publik dan memastikan revisi KUHAP sejalan dengan prinsip-prinsip HAM dan keadilan yang berkeadaban.
Dengan perpanjangan pembahasan. Diharapkan RKUHAP dapat menjadi instrumen hukum acara pidana yang lebih adil dan manusiawi. Serta berfungsi optimal dalam rangka menegakkan hukum dan melindungi hak asasi manusia di Indonesia.
Hal ini akan menjadi langkah maju penting dalam reformasi sistem peradilan pidana nasional yang selama ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia.
Buat kalian yang ingin mendapatkan analisis politik yang tajam dan update terkini. Kalian bisa kunjungi Politik Ciki yang dimana akan selalu menyajikan berita dan opini terpercaya seputar dinamika politik Indonesia dan dunia.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari www.tempo.co
- Gambar Kedua dari voi.id