Sultan menegaskan, keberatan kepala daerah hal wajar karena pemotongan TKD dapat mengganggu pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan publik efektif.
Menurut Sultan, keberatan tersebut muncul karena kebijakan efisiensi TKD berpotensi menghambat kinerja pemerintah daerah dalam menjalankan program pembangunan yang telah dijanjikan kepada masyarakat.
Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang seputaran Politik Ciki.
Dampak Pemangkasan TKD Terhadap Otonomi Daerah
Lebih lanjut, Sultan menyoroti bahwa kebijakan pemangkasan alokasi TKD yang tercantum dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2026. Tidak hanya berpengaruh pada kemampuan fiskal daerah, tetapi juga dapat memberikan dampak ganda terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Menurutnya, semangat otonomi daerah yang selama ini diusung pemerintah justru bisa terhambat apabila ruang fiskal daerah semakin sempit. Padahal, desentralisasi fiskal dirancang untuk memberi keleluasaan bagi daerah dalam mengatur dan mengelola sumber daya sesuai kebutuhan masing-masing wilayah.
“Para gubernur memiliki hak untuk mempertanyakan dasar kebijakan yang dinilai berpotensi mengganggu kinerja mereka,” tegas Sultan.
Sultan menilai bahwa pemerintah pusat seharusnya lebih terbuka dalam menyampaikan argumentasi dan dasar kebijakan efisiensi TKD. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antara pusat dan daerah. Koordinasi dan komunikasi yang baik antara kedua level pemerintahan menjadi kunci penting. Untuk menjaga stabilitas pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat inklusif.
Pemerintah Dinilai Punya Alasan Kuat
Meski mengkritisi kebijakan tersebut, Sultan tetap mengakui bahwa pemerintah pusat memiliki alasan yang kuat dalam mengambil langkah efisiensi terhadap TKD. Salah satu alasan utama adalah upaya menjaga stabilitas fiskal nasional di tengah tantangan ekonomi global yang dinamis.
Ia menilai, kebijakan efisiensi yang diambil Kementerian Keuangan bisa jadi merupakan langkah preventif untuk mengurangi beban anggaran dan memastikan keberlanjutan program prioritas nasional.
Namun demikian, Sultan menekankan pentingnya kebijakan tersebut tidak dilakukan secara seragam di seluruh daerah. Setiap provinsi memiliki kondisi ekonomi dan kapasitas fiskal yang berbeda, sehingga pendekatan yang terlalu umum bisa menimbulkan ketimpangan baru antarwilayah.
“Efisiensi boleh saja dilakukan, tetapi harus mempertimbangkan karakteristik dan kemampuan masing-masing daerah. Jangan sampai kebijakan ini justru menghambat daerah-daerah yang sedang giat membangun,” jelasnya.
Baca Juga: DPR Gerindra Minta Presiden Prabowo Evaluasi Penyegelan Wisata Di Puncak
Usulan Reformasi Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Dalam konteks yang lebih luas, Sultan juga mengusulkan reformasi sistem pemilihan kepala daerah, terutama pada tingkat provinsi. Ia berpendapat bahwa jabatan gubernur sebaiknya tidak lagi dipilih langsung oleh masyarakat melalui pilkada. Melainkan cukup ditentukan secara tidak langsung oleh lembaga perwakilan daerah.
“Kami mendorong agar ke depan jabatan gubernur tidak perlu lagi dipilih langsung oleh masyarakat melalui pilkada. Pilkada langsung cukup dilaksanakan di tingkat kabupaten atau kota sebagai titik berat otonomi daerah,” ujar Sultan.
Menurutnya, dengan sistem pemilihan tidak langsung, gubernur akan berfungsi lebih sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam mengoordinasikan kebijakan lintas kabupaten kota, bukan sebagai figur politik yang harus menanggung beban janji kampanye kepada publik.
Sistem seperti ini, lanjut Sultan, dapat mengurangi tensi politik daerah serta mendorong terciptanya birokrasi yang lebih profesional dan efisien. Ia menilai bahwa reformasi mekanisme pemilihan tersebut sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang menempatkan kabupaten kota sebagai fokus utama penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Harapan DPD Sinergi Pusat dan Daerah Harus Diperkuat
Menutup pernyataannya, Sultan Baktiar Najamudin menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga keberlanjutan pembangunan nasional.
Ia berharap agar setiap kebijakan yang berdampak langsung terhadap fiskal daerah dapat melibatkan dialog terbuka antara Kementerian Keuangan, DPD, serta para kepala daerah. Dengan begitu, setiap keputusan yang diambil bisa memberikan manfaat maksimal tanpa menimbulkan resistensi di lapangan.
“Kami di DPD akan terus berperan sebagai jembatan komunikasi antara pusat dan daerah agar setiap kebijakan fiskal dapat diterapkan dengan adil dan proporsional,” tutup Sultan.
Melalui pernyataan ini, DPD RI menegaskan komitmennya untuk mengawal keseimbangan hubungan keuangan antara pusat dan daerah, serta mendorong terciptanya kebijakan fiskal yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan demi kemajuan seluruh wilayah Indonesia.
Simak dan ikut terus perkembangan politik terkini dengan informasi akurat dan tentunya terpercaya hanya di Politik Ciki.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari antaranews.com
- Gambar Kedua dari merdeka.com