Anggota DPR Bongkar Praktik Agen Nakal yang mempersulit petani dapatkan pupuk bersubsidi, dan menimbulkan keresahan di tengah janji.
Temuan ini didapati saat reses di Jawa Barat, di mana banyak petani menjerit karena harga pupuk melambung tinggi dan akses terbatas. Modus operandi agen nakal, seperti penjualan di atas HET dan mempersulit RDKK, menjadi penghambat utama.
Ancaman sanksi tegas hingga pencabutan izin dan pidana pun diserukan. Kompleksitas distribusi dan data yang tidak akurat juga turut memperparah masalah ini. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Politik Ciki.
Jeritan Petani di Tengah Janji Swasembada Pangan
Janji swasembada pangan yang digaungkan pemerintah seolah menjadi ilusi bagi para petani di lapangan. Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, baru-baru ini menemukan fakta mencengangkan saat reses di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung pada 14 Juni 2025.
Ia mendapati banyak petani yang menjerit karena kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Kelangkaan ini bukan semata masalah ketersediaan, melainkan ulah oknum agen yang sengaja mempermainkan harga dan mempersulit akses petani terhadap pupuk.
Situasi ini jelas menjadi penghambat serius bagi tercapainya target swasembada pangan yang menjadi fokus utama Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Rajiv menggarisbawahi bahwa permasalahan pupuk subsidi ini dapat menghambat target pemerintah mencapai swasembada pangan.
Modus Operandi Agen Nakal Harga Melambung, Akses Terbatas
Praktik nakal agen pupuk subsidi terungkap dengan modus operandi yang merugikan petani. Rajiv secara tegas mengingatkan para agen untuk tidak mempermainkan harga pupuk bersubsidi. Beberapa kios kedapatan menjual pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Investigasi yang dilakukan oleh PC PMII Pamekasan menemukan bukti konkret pembelian dari kelompok tani ke kios yang menjual pupuk bersubsidi dengan harga bervariasi antara Rp 125.000 hingga Rp 150.000 per sak. Padahal, sesuai Peraturan Menteri Nomor 49 Tahun 2020, HET untuk urea adalah Rp 112.500 per sak atau Rp 2.250 per kilogram, dan untuk NPK sebesar Rp 115.000 per sak atau Rp 2.300 per kilogram.
Selain masalah harga, petani juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan jatah pupuk yang mencukupi kebutuhan mereka. Bahkan, jatah pupuk subsidi untuk 1 hektare lahan hanya 100 kg urea dan 70 kg NPK per musim tanam, yang jelas tidak mencukupi untuk produktivitas optimal.
Kondisi ini diperparah dengan kesulitan petani dalam menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tepat waktu dan sulit mengakses pupuk bersubsidi. Lebih lanjut, permasalahan pendataan petani yang tidak akurat serta lemahnya sistem pendataan juga menjadi pemicu ketidakseimbangan antara stok pupuk dan kebutuhan riil petani.
Baca Juga: Memperkuat Identitas Bangsa, Waka MPR Serukan Pelestarian Cagar Budaya
Ancaman Sanksi Tegas dan Desakan Pencabutan Izin
Menanggapi temuan praktik nakal ini, anggota DPR tidak tinggal diam. Rajiv mengultimatum akan meminta mitra Komisi IV DPR RI untuk mencabut izin para agen yang nakal dan mempersulit petani mendapatkan pupuk bersubsidi. Hal ini sejalan dengan desakan dari BAKN DPR RI kepada pemerintah untuk menindak tegas mafia pupuk yang bermain harga di atas HET, demi melindungi hak petani.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, juga menegaskan tidak akan segan menindak oknum yang mempermainkan pupuk subsidi. Pengecer pupuk nakal tidak hanya akan dicabut izinnya, tetapi juga dapat dipidanakan. Pupuk bersubsidi merupakan barang dalam pengawasan pemerintah, sehingga peredarannya dipantau oleh aparat penegak hukum, mulai dari produsen hingga tingkat petani.
Bahkan, Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Pamekasan telah merekomendasikan agar distributor menindak tegas kios yang melanggar aturan harga, termasuk kemungkinan pencabutan izin usaha. Namun, kewenangan KP3 terbatas pada rekomendasi, sehingga koordinasi dengan lembaga penegak hukum menjadi krusial untuk menindaklanjuti pelanggaran.
Kompleksitas Masalah Distribusi
Masalah pupuk subsidi tidak hanya berhenti pada praktik agen nakal, tetapi juga mencakup kompleksitas distribusi secara keseluruhan. Distribusi pupuk sering kali terlambat, berdampak langsung pada produktivitas petani kecil. Pembagian pupuk yang tidak dalam satuan genap per karung membuat kios pengecer harus melakukan pengemasan ulang, menambah kerumitan dalam penyaluran.
Selain itu, efektivitas distribusi dan subsidi pupuk masih menjadi masalah yang mengganggu produktivitas pertanian Indonesia. Kurangnya pengawasan dan evaluasi yang memadai terhadap distributor pupuk subsidi juga menjadi celah bagi praktik penyelewengan. Data dan sistem pendataan yang lemah juga turut memicu ketidakseimbangan stok pupuk dengan kebutuhan petani di lapangan.
Peran Pemerintah dan Partisipasi Petani
Menyelesaikan masalah pupuk subsidi membutuhkan kerja sama berbagai pihak dan strategi komprehensif. Pemerintah perlu segera memperbaiki sistem distribusi, memastikan ketepatan sasaran, dan memperketat pengawasan terhadap agen dan distributor.
Anggota DPR mendorong seluruh petani untuk berkelompok atau memperluas sensus tani yang mencatat seluruh petani yang layak mendapatkan pupuk bersubsidi. Selain itu, edukasi kepada petani mengenai prosedur legal mendapatkan pupuk bersubsidi serta bahaya praktik ilegal harus terus digalakkan.
Keterlibatan aktif petani dalam melaporkan praktik nakal juga sangat penting. Dengan sinergi antara pemerintah, penegak hukum, dan partisipasi aktif petani, diharapkan masalah pupuk subsidi dapat teratasi, demi terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani Indonesia.
Kesimpulan
Kesulitan petani dalam mendapatkan pupuk bersubsidi merupakan masalah krusial yang mengancam target swasembada pangan nasional. Praktik agen nakal yang mempermainkan harga dan mempersulit akses menjadi biang kerok utama. Anggota DPR telah mendapati langsung permasalahan ini dan mendesak pencabutan izin serta penindakan hukum bagi agen yang melanggar.
Kompleksitas masalah distribusi, dari ketidakakuratan data hingga keterlambatan penyaluran, juga memperparah kondisi. Diperlukan upaya terpadu dari pemerintah, penegak hukum, dan partisipasi aktif petani untuk mengatasi masalah ini demi tercapainya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang anggota DPR bongkar praktik agen nakal hanya di POLITIK CIKI.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.suara.com
- Gambar Kedua dari kumparan.com