Tom Lembong tegaskan bahwa penunjukan koperasi TNI-Polri untuk impor gula sepenuhnya wewenang Kementerian Perdagangan.

Ia menyatakan bahwa Kemenko Perekonomian hanya berfungsi sebagai forum koordinasi, sementara pelaksanaan kebijakan berada di kementerian teknis. Pernyataan ini muncul di tengah persidangan kasus dugaan korupsi impor gula yang menjeratnya, menyoroti kompleksitas pembagian kewenangan antarlembaga negara dalam kebijakan ekonomi strategis. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Politik Ciki.
Batas Kewenangan dan Peran Kemenko Perekonomian
Menurut Tom Lembong, kewenangan impor gula secara teknis berada di tangan Kemendag, bukan Kemenko Perekonomian. Ia menjelaskan bahwa peran Kemenko dan rapat koordinasi tingkat menteri di bawahnya hanyalah sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi kebijakan. Pelaksanaan kebijakan, termasuk penunjukan pihak-pihak tertentu untuk impor, sepenuhnya menjadi tanggung jawab kementerian teknis.
Pernyataan ini didukung oleh kesaksian eks Sekretaris Kemenko Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo, di persidangan kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Tom Lembong. Hal ini mengindikasikan adanya pemisahan jelas antara fungsi koordinasi dan fungsi eksekusi dalam hierarki pemerintahan, di mana kementerian teknis seperti Kemendag memegang kendali penuh atas operasional kebijakan di sektornya.
Tom Lembong juga mengemukakan bahwa jika ada masalah terkait kebijakan impor gula yang diambil oleh Kemendag. Seharusnya kementerian teknis lain seperti Kementerian Pertanian atau Kementerian BUMN akan melaporkan hal tersebut dalam rapat koordinasi.
Namun, ia menegaskan bahwa pada saat itu, tidak ada keluhan yang disampaikan oleh kementerian teknis manapun di bawah Kemenko Perekonomian. Contohnya, Tom Lembong menyebutkan bahwa jika petani tebu tidak menyukai atau mengeluh keberatan dengan impor, Menteri Pertanian pasti akan menyuarakan hal itu dalam rapat koordinasi.
Polemik Korupsi Impor Gula dan Tuduhan Kerugian Negara
Kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong ini diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung) dan disebut merugikan negara hingga Rp578 miliar. Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Tom Lembong melakukan tindakan melawan hukum dengan menerbitkan Surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian.
Dakwaan jaksa juga menyebut bahwa Tom Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Sebaliknya, ia menunjuk koperasi TNI-Polri seperti Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol). Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI Polri.
Namun, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya membantah tuduhan kerugian negara sebesar Rp578 miliar tersebut. Kuasa hukumnya menyatakan bahwa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun 2015-2017 pada Kementerian Perdagangan dan instansi terkait.
Yang diterbitkan pada 2 Maret 2018, menyimpulkan tidak terjadi kerugian keuangan negara dalam kegiatan importasi gula pada periode tersebut. Ia juga berargumen bahwa kewenangan audit BPKP hanya didasarkan pada Peraturan Presiden dan seharusnya tunduk pada laporan audit BPK.
Baca Juga: DPR Aceh Siap Tempuh Jalur Hukum Jika Sengketa 4 Pulau Tak Terselesaikan!
Keterlibatan Koperasi TNI-Polri Dalam Impor Gula

Keterlibatan koperasi TNI-Polri dalam operasi pasar gula bukan hal baru. Pada tahun 2015, Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), yang berafiliasi dengan TNI Angkatan Darat (AD), memperoleh dana sebesar Rp7,5 miliar dari operasi pengendalian harga gula. Pada waktu itu, militer juga turut berpartisipasi dalam arah kebijakan Kementerian Perdagangan yang dicetuskan oleh Rachmat Gobel, yang merupakan pengganti Gita Wirjawan sebagai menteri perdagangan.
Menjelang Natal 2015 dan Tahun Baru 2016, TNI, melalui Inkopkar (Inkopkad), mengadakan agenda ini di 21 wilayah di Indonesia dengan tujuan menekan harga gula agar mencapai di bawah Rp11.000 per kilogram di tingkat pengecer. Inkopkad bahkan mendapatkan izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebesar 100 ribu ton dari Kementerian Perdagangan. Karena statusnya sebagai koperasi, Inkopad menggandeng pihak kedua, yaitu PT Angels Products, untuk pengolahan sekaligus pembiayaan impor.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar. Menyatakan bahwa PT Angels Products sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi impor karena hanya memiliki izin mengelola gula kristal rafinasi. Skema bisnis antara Inkopad dan PT Angels Products memungkinkan Inkopad mendapatkan Rp75 untuk setiap satu kilogram gula yang didistribusikan ke pasar.
Keuntungan yang dibawa Inkopad dari impor gula ini adalah sebesar Rp7,5 miliar, yang menurut kesaksian mantan Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam) Inkopad. Letnan Kolonel CHK Sipayung, digunakan untuk kesejahteraan prajurit.
Implikasi Kebijakan dan Tata Kelola Pemerintahan
Keputusan Tom Lembong yang menunjuk koperasi TNI-Polri sebagai importir gula, serta dugaan penerbitan surat persetujuan impor tanpa rapat koordinasi antarkementerian. Menyoroti potensi kelemahan koordinasi kebijakan strategis lintas kementerian. Jika benar tidak ada sikap tegas dari kementerian teknis lain seperti Kementerian Pertanian atau BUMN saat impor diputuskan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai formalitas koordinasi antar kementerian.
Ketiadaan keberatan yang disuarakan oleh kementerian lain dapat mengindikasikan sikap permisif atau pembiaran dalam proses perumusan kebijakan krusial. Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Muhamad Saleh, menjelaskan bahwa meskipun terdapat larangan bagi TNI. Untuk berbisnis dalam Pasal 39 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004, celah tetap ada.
Koperasi yang terhubung dengan TNI, seperti Inkopad, seringkali dipaksa untuk berbisnis melampaui kapasitasnya. Seperti dalam kegiatan ekspor-impor yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan. Keterlibatan militer dalam dunia bisnis perlu diminimalisir karena dapat mengusik jalur yang telah ditetapkan. Terutama jika penunjukan dilakukan tanpa proses transparan.
Kesimpulan
Pernyataan Tom Lembong yang menegaskan bahwa wewenang impor gula ada di Kemendag, bukan Kemenko Perekonomian. Membuka kembali diskusi tentang pembagian peran dan tanggung jawab antar lembaga pemerintah. Meskipun ia membantah adanya kerugian negara berdasarkan audit BPK. Temuan BPKP yang mengindikasikan penyimpangan dalam proses impor gula menunjukkan adanya celah dalam tata kelola kebijakan.
Keterlibatan koperasi TNI-Polri dalam impor gula, meskipun dengan dalih kesejahteraan prajurit, menyoroti bagaimana entitas non-BUMN dapat terlibat dalam kebijakan strategis. Kasus ini menjadi contoh penting bagaimana koordinasi yang kurang optimal dan pemanfaatan celah regulasi dapat memicu persoalan hukum dan mengganggu iklim bisnis yang sehat.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang Tom Lembong tegaskan wewenang impor gula hanya di POLITIK CIKI.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari nasional.kompas.com
- Gambar Kedua dari www.merdeka.com