Pemilihan umum (Pemilu) merupakan fondasi demokrasi Indonesia, namun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah menimbulkan perdebatan tajam.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menegaskan pentingnya membangun sistem pemilu yang berkelanjutan dan terlembaga agar tidak terjadi kebingungan dan ketidakajegan dalam pelaksanaan pemilu di masa depan.
Berikut Politik Ciki akan membahas ulasan mendalam mengenai sikap Wamendagri terkait putusan MK dan upaya revisi Undang-Undang Pemilu.
Latar Belakang Putusan Mahkamah Konstitusi
Pada tahun 2025, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah dengan jeda waktu antara 2 hingga 2,5 tahun.
Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menginginkan pemisahan tersebut agar pelaksanaan pemilu lebih fokus dan tidak bersamaan.
Namun, putusan ini menimbulkan perdebatan karena bertentangan dengan pandangan sebagian kalangan yang menganggap bahwa pemilu nasional dan pilkada berada dalam rezim yang berbeda sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. MK sendiri memandang pilkada dan pemilu sebagai satu rezim yang sama sehingga perlu dipisah pelaksanaannya.
Tantangan Sistem Pemilu yang Berubah-Ubah
Wamendagri Bima Arya menyoroti bahwa perubahan regulasi yang terus-menerus, termasuk putusan MK yang memisahkan pemilu, berpotensi membuat sistem pemilu menjadi tidak ajeg dan membingungkan penyelenggara serta masyarakat.
Ia menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan sistem pemilu yang berkelanjutan dan terlembaga agar dapat berjalan konsisten dan memberikan kepastian hukum.
Menurut Bima Arya, jika sistem pemilu terus bergonta-ganti setiap kali pemilu, maka sulit bagi negara untuk membangun mekanisme yang stabil dan terpercaya. Hal ini juga berpotensi mengganggu pelaksanaan demokrasi yang sehat dan teratur.
Proses Revisi Undang-Undang Pemilu
Menanggapi putusan MK, pemerintah bersama DPR telah memulai proses revisi Undang-Undang Pemilu. Wamendagri menyatakan bahwa revisi ini harus diselaraskan dengan UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Kajian mendalam sedang dilakukan untuk menyesuaikan muatan materi dan substansi revisi agar sesuai dengan putusan MK sekaligus menjaga konsistensi sistem pemilu nasional.
Bima Arya juga menegaskan bahwa pemerintah membuka ruang dialog dan diskusi, termasuk dengan akademisi dan masyarakat, untuk menghasilkan revisi yang matang dan inklusif. Pendekatan ini diharapkan dapat mengatasi kontradiksi dalam undang-undang pemilu yang selama ini sering menjadi sumber sengketa di MK.
Baca Juga:
Peran MK dan Kewenangan Pembentuk UU
Wamendagri juga mengkritisi kewenangan MK yang dianggap sering menyerobot ranah DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang. Ia menilai bahwa pengaturan model pemilu, termasuk soal keserentakan pemilu, seharusnya menjadi domain DPR dan pemerintah, bukan MK.
Hal ini penting agar proses legislasi berjalan sesuai mekanisme demokrasi yang tepat dan tidak menimbulkan paradoks hukum.
Putusan MK yang membatasi opsi keserentakan pemilu dianggap bertentangan dengan putusan sebelumnya yang memberikan fleksibilitas. Oleh karena itu, pemerintah akan menganalisis putusan MK secara seksama sebelum mengambil langkah selanjutnya dalam revisi UU Pemilu.
Menuju Sistem Pemilu yang Konsisten dan Terpercaya
Wamendagri menegaskan bahwa Indonesia memerlukan sistem pemilu yang konsisten, transparan, dan dapat dipercaya oleh seluruh elemen masyarakat. Penyatuan rezim pemilu nasional dan daerah dalam satu kerangka hukum yang jelas menjadi kunci untuk menghindari kebingungan dan sengketa yang berulang.
Melalui revisi undang-undang yang melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi dan penyelenggara pemilu. Diharapkan tercipta regulasi yang tidak hanya sesuai konstitusi tapi juga mampu menjawab tantangan praktik demokrasi di lapangan.
Sistem pemilu yang berkelanjutan akan memperkuat demokrasi Indonesia dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan.
Kesimpulan
Putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan pemilu nasional dan daerah membuka diskusi penting mengenai pengelolaan sistem pemilu di Indonesia. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyoroti pentingnya sistem yang berkelanjutan dan konsisten.
Ia menekankan bahwa demokrasi tidak boleh terganggu oleh perubahan regulasi yang terlalu sering dan membingungkan. Saat ini, proses revisi Undang-Undang Pemilu sedang berlangsung. Revisi ini diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan yang ada.
Prosesnya pun harus melibatkan dialog luas dan kajian mendalam agar selaras dengan UUD 1945 serta kebutuhan demokrasi di masa depan. Simak dan ikuti terus Politik Ciki agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari Yt @kompastv
- Gambar Kedua dari www.detik.com