Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook telah memunculkan spekulasi kuat mengenai dirinya sebagai “kambing hitam politik”.

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka pada 4 September 2025, setelah serangkaian pemeriksaan intensif yang menarik perhatian publik.
Dugaan korupsi dalam proyek senilai sekitar Rp9,3–9,9 triliun ini menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai hampir Rp2 triliun. Mari kita ulas lebih dalam di Politik Ciki.
Kronologi Pemeriksaan Nadiem Makarim
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Indonesia bermula pada Februari 2020, ketika Nadiem Makarim, yang baru menjabat sebagai Menteri, mengadakan pertemuan dengan Google Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, dibahas penggunaan produk Google for Education berbasis Chromebook. Meskipun hasil uji coba sebelumnya menunjukkan bahwa Chromebook kurang efektif di daerah dengan akses internet terbatas. Nadiem memutuskan untuk melanjutkan rencana pengadaan tersebut.
Pada 6 Mei 2020, ia menginstruksikan jajarannya untuk menggunakan Chromebook dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), meskipun proyek tersebut belum dimulai. Proyek ini kemudian berkembang menjadi program digitalisasi sekolah senilai Rp9,3 triliun, yang diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp1,98 triliun
Analisis Spekulasi “Kambing Hitam Politik”
Spekulasi bahwa Nadiem Makarim dijadikan “kambing hitam politik” dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook mencuat seiring dengan penetapannya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 4 September 2025.
Alasan utama spekulasi ini adalah dugaan bahwa keputusan pengadaan Chromebook, meskipun sebelumnya diuji coba dan dianggap kurang efektif di daerah dengan akses internet terbatas, tetap dilanjutkan.
Selain itu, terdapat klaim bahwa keputusan tersebut diambil setelah pertemuan dengan perwakilan Google Indonesia, yang menimbulkan pertanyaan mengenai potensi konflik kepentingan atau pengaruh eksternal dalam proses pengambilan keputusan. Namun, hingga saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa Nadiem menerima keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Delapan Tersangka Baru Dalam Kasus Korupsi Kredit Sritex
Pembelaan Nadiem Makarim

Nadiem Makarim menegaskan bahwa ia tidak terlibat dalam praktik korupsi terkait pengadaan laptop Chromebook. Sebelum ditahan pada 4 September 2025, ia menyatakan, “Saya tidak melakukan apa-apa. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan terungkap”. Ia juga menekankan bahwa integritas dan kejujuran adalah prinsip hidupnya.
Dalam sebuah konferensi pers pada Juni 2025, Nadiem menjelaskan bahwa harga Chromebook lebih murah 10–30% dibandingkan perangkat lain, dan pemasangan sistem operasi ChromeOS tidak dikenakan biaya tambahan.
Ia juga mengungkapkan bahwa selama masa jabatannya, lebih dari 1 juta laptop, modem 3G, dan proyektor telah didistribusikan ke lebih dari 77.000 sekolah di Indonesia.
Nadiem juga membantah tuduhan bahwa spesifikasi pengadaan laptop disesuaikan hanya untuk Chromebook. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan efisiensi biaya dan kebutuhan teknis, bukan untuk menguntungkan pihak tertentu. Ia siap menghadapi proses hukum dan membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar.
Perspektif Publik dan Media
Reaksi publik dan media terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang melibatkan Nadiem Makarim terbagi menjadi dua kutub. Sebagian kalangan menilai proyek tersebut sebagai upaya positif dalam mendukung digitalisasi pendidikan di daerah terpencil.
Namun, sejumlah pihak mengkritisi keputusan tersebut. Mengingat hasil uji coba sebelumnya menunjukkan bahwa Chromebook kurang efektif di daerah dengan akses internet terbatas. Selain itu, dugaan penyalahgunaan wewenang dalam menentukan spesifikasi pengadaan yang hanya cocok untuk Chromebook menambah polemik.
Dari sisi hukum, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka pada 4 September 2025. Dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Namun, kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris, menegaskan bahwa kliennya tidak menerima keuntungan finansial dari proyek tersebut dan menantang pihak berwenang untuk membuktikan sebaliknya.
Kejaksaan Agung sendiri memilih untuk tidak berkomentar banyak, dengan alasan masih dalam tahap penyidikan dan menghormati asas praduga tak bersalah. Kasus ini memunculkan pertanyaan lebih lanjut mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang pemerintah.
Buat kalian yang ingin mendapatkan analisis politik yang tajam dan update terkini. Kalian bisa kunjungi Politik Ciki yang dimana akan selalu menyajikan berita dan opini terpercaya seputar dinamika politik Indonesia dan dunia.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari news.okezone.com
- Gambar Kedua dari www.merdeka.com