ICW Bongkar Korupsi PUPR dengan temuan yang mengkhawatirkan implementasi sistem elektronik seperti e-katalog dan e-budgeting tidak serta merta menjadi jaminan pencegahan praktik rasuah.
Kasus dugaan korupsi proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar di Sumut yang menyeret Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, menjadi bukti nyata bahwa mekanisme elektronik pun bisa ‘dibajak’ oleh oknum-oknum yang berniat jahat.
Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Politik Ciki
Polemik Korupsi PUPR Sumut
Dugaan korupsi di Dinas PUPR Sumut ini berpusat pada proyek pembangunan jalan yang nilai proyeknya mencapai Rp 231,8 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juni 2025, mengamankan enam orang. Termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), dan Direktur Utama PT DNG, KIR.
Topan Ginting sendiri diduga mendapatkan jatah hingga Rp 8 miliar dari perusahaan pemenang proyek jalan tersebut. Bahkan, dalam penggeledahan di kediaman Kadis PUPR Sumut, KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp 2,8 miliar yang diduga kuat merupakan hasil korupsi.
Modus operandi dalam kasus ini diduga melibatkan praktik “fee 20%” dari anggaran perbaikan jalan rusak, yang menjadi ladang korupsi bagi oknum terkait. ICW mencatat bahwa kasus korupsi di sektor pengadaan publik, seperti yang terjadi di PUPR Sumut. Telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan.
Dari tahun 2019 hingga 2023, tercatat 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan publik dengan total kerugian negara mencapai Rp 47,18 triliun. Kasus ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran dan proyek jalan, yang seharusnya untuk kepentingan publik, justru disalahgunakan.
Bahkan, wacana untuk menjadikan Topan Obaja Putra Ginting sebagai justice collaborator mencuat. Yang berpotensi membongkar aktor-aktor lain yang terlibat dalam dugaan korupsi pembangunan jalan ini.
E-Budgeting Sebagai Solusi Tunggal Anti-Korupsi
Kasus korupsi di PUPR Sumut ini menjadi pengingat pahit bahwa sistem elektronik seperti e-budgeting dan e-katalog, meskipun dirancang untuk transparansi dan akuntabilitas, tidak selalu efektif mencegah korupsi.
ICW secara tegas menyatakan bahwa platform katalog elektronik saja tidak cukup untuk mencegah korupsi dalam proyek pengadaan, merujuk pada kasus proyek jalan di Sumut. Padahal, e-budgeting telah digadang-gadang sebagai alat penting untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintah daerah dan mempersempit peluang penyalahgunaan wewenang.
Penerapan e-budgeting di beberapa daerah, seperti Surabaya dan DKI Jakarta, memang menunjukkan kemajuan dalam transparansi anggaran. Namun, studi juga menunjukkan bahwa meskipun e-budgeting diterapkan, kualitas informasi kadang tidak terpengaruh secara signifikan, dan bahkan pengguna tidak selalu merasa terbantu.
Tantangan dalam implementasi e-budgeting meliputi kualitas sistem, kualitas sumber daya manusia, dan dukungan dari pejabat. Korupsi masih dapat terjadi pada tahap perencanaan anggaran, di mana praktik seperti “deposit proyek” dan politik uang dapat merusak proses sejak awal.
Hal ini menunjukkan bahwa kecanggihan perangkat lunak e-budgeting, pemahaman SDM. Dan panduan praktis dalam pengisian e-budgeting menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan.
Baca Juga: Dari Anies Hingga Ahok, Pramono Anung Rawat Proyek Ikonik Jakarta Kembali
Tantangan Pencegahan Korupsi di Era Digital
Kasus korupsi PUPR Sumut menjadi pengingat bahwa pencegahan korupsi di era digital memerlukan lebih dari sekadar implementasi teknologi. Meskipun sistem elektronik seperti e-budgeting dirancang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Efektivitasnya sangat bergantung pada integritas individu dan kekuatan sistem pengawasan.
Tantangan utama termasuk kurangnya pengetahuan masyarakat tentang wilayah kewenangan dinas terkait, yang dapat menyebabkan kesalahan pelaporan dan proses manual yang tidak efisien.
Selain itu, adanya resistensi dari pengguna terhadap implementasi e-budgeting juga menjadi penghalang. Menunjukkan bahwa faktor manusia dan dukungan kepemimpinan sangat krusial.
Duplikasi sistem monitoring dan evaluasi belanja kementerian/lembaga juga menyebabkan inefisiensi birokrasi dan kesulitan dalam pengisian data kinerja dan realisasi anggaran. Solusi utamanya adalah integrasi sistem. Meskipun sulit dilakukan karena melibatkan tugas dan fungsi unit yang berbeda.
Desakan ICW & Peran Gubernur Bobby Nasution
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Bobby Nasution terkait kasus korupsi PUPR Sumut. ICW menduga bahwa Gubernur Bobby Nasution mengetahui persekongkolan yang terjadi antara Kepala Dinas PUPR Sumut dan pihak lain.
Desakan ini muncul karena kasus korupsi di Dinas PUPR Sumut menunjukkan bahwa modus korupsi masih dapat terjadi meskipun sistem elektronik telah diterapkan.
ICW juga menyoroti bahwa gubernur harus diperiksa terkait kasus OTT KPK di Sumut. Ini menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas dan pengawasan terhadap pejabat tinggi dalam pencegahan korupsi.
Transparansi dalam tata kelola pemerintahan. Termasuk pengadaan barang dan jasa, yang sering menjadi titik rawan korupsi. Harus ditingkatkan. Inisiatif seperti e-procurement, e-budgeting, dan e-planning diharapkan dapat mencegah praktik kecurangan.
Kasus ini menjadi cerminan bahwa korupsi seringkali merupakan tindakan “berjamaah” yang melibatkan berbagai pihak yang memiliki peran, kewenangan, dan akses dalam menentukan keputusan proyek-proyek negara.
Buat kalian yang ingin mendapatkan analisis politik yang tajam dan update terkini. Kalian bisa kunjungi Politik Ciki yang dimana akan selalu menyajikan berita dan opini terpercaya seputar dinamika politik Indonesia dan dunia.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari Suara.com
- Gambar Kedua dari www.kitakini.news