Gerindra Dukung Soeharto & Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Gerindra Dukung Soeharto & Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Partai Gerindra secara terbuka menyatakan dukungan agar Presiden kedua RI Soeharto dan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diberikan gelar Pahlawan Nasional.

Gerindra Dukung Soeharto & Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Gerindra menilai kedua tokoh tersebut memiliki kontribusi penting dalam perjalanan sejarah Indonesia, meskipun keduanya dikenal memiliki rekam jejak politik yang berbeda. Mari kita ulas lebih dalam di .

Usulan Gelar Pahlawan Nasional

Isu mengenai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada dua tokoh besar Indonesia, yakni Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kembali mencuat setelah Partai Gerindra menyatakan dukungannya secara terbuka.

Sikap ini memantik perhatian publik, mengingat kedua tokoh tersebut memiliki rekam jejak sejarah yang kuat namun juga penuh dinamika. Gerindra memandang bahwa keduanya memiliki kontribusi signifikan bagi negara, meskipun perjalanan politik keduanya tak lepas dari kontroversi.

Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa Soeharto dan Gus Dur sama-sama memiliki peran besar dalam menjaga keutuhan bangsa pada masanya. Menurut Gerindra, gelar Pahlawan Nasional tidak hanya menilai satu aspek tunggal, melainkan keseluruhan kontribusi, peran, dan pengaruh dalam perjalanan sejarah bangsa.

Kritik Atas Orde Baru

Soeharto memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade, dari tahun 1966 hingga 1998. Pada awal pemerintahannya, ia dikenal berhasil mengembalikan stabilitas politik dan ekonomi yang sempat terguncang pada masa akhir pemerintahan Sukarno.

Melalui program pembangunan jangka panjangnya, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, pertumbuhan ekonomi meningkat. Serta infrastruktur berkembang di berbagai daerah. Masa Orde Baru juga ditandai dengan program pendidikan yang meluas, termasuk hadirnya sekolah-sekolah dasar hingga pelosok.

Namun, sejarah mencatat bahwa masa pemerintahannya juga diwarnai dengan kontrol politik ketat, pembatasan kebebasan berpendapat, penyelesaian konflik dengan pendekatan keamanan, serta kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih menjadi bahan diskusi dan penelitian sejarah hingga hari ini.

Runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998 membuka era Reformasi, yang sekaligus menandai babak baru dalam sejarah demokrasi Indonesia.

Dukungan Gerindra untuk menjadikan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional menimbulkan respons beragam. Ada yang mengapresiasi kontribusi pembangunan yang nyata, namun tidak sedikit pula yang menilai bahwa evaluasi sejarah harus dilakukan secara menyeluruh.

Bagi sebagian masyarakat, penilaian terhadap Soeharto tidak bisa dilepaskan dari sisi kelam Orde Baru. Perdebatan ini memperlihatkan bahwa sejarah bukan sekadar catatan, tetapi juga narasi yang terus dikaji dan dipahami ulang.

Baca Juga: Prabowo Resmi Lantik Jimly Asshiddiqie Sebagai Ketua Komisi Reformasi Polri

Alasan Gerindra Mengajukan Dukungan

Alasan Gerindra Mengajukan Dukungan

Gerindra menilai bahwa kedua tokoh tersebut, meski berbeda gaya kepemimpinan dan era politik, sama-sama memiliki nilai pengabdian kepada bangsa. Soeharto dianggap memberikan stabilitas dan perkembangan infrastruktur dasar yang menjadi pondasi bagi Indonesia modern, sementara Gus Dur dianggap memperkuat jembatan kebangsaan melalui kesetaraan dan keberanian dalam membela kelompok rentan.

Sikap ini juga menunjukkan upaya rekonsiliasi sejarah: menerima bahwa tidak ada tokoh yang sepenuhnya sempurna. Namun kontribusi positif mereka tetap layak dihargai. Gerindra menekankan bahwa pengakuan sejarah harus ditempatkan dalam konteks yang luas, di mana keberhasilan, kegagalan, dan pelajaran menjadi satu kesatuan yang utuh.

Dengan mengajukan dukungan ini, Gerindra mendorong masyarakat untuk melihat sejarah dengan kaca mata yang lebih komprehensif. Bukan untuk menutupi kekurangan, melainkan untuk menyusun pemahaman yang seimbang, kritis, dan dewasa mengenai masa lalu.

Tantangan Penetapan Gelar

Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh dengan rekam jejak besar seperti Soeharto dan Gus Dur tentu tidak berhenti pada pernyataan politik saja. Proses penetapan gelar harus melalui kajian panjang oleh Kementerian Sosial dan Dewan Gelar, sesuai ketentuan Undang-Undang. Selain kajian akademik, pertimbangan moral dan pandangan publik juga menjadi faktor penting.

Perdebatan yang muncul bukan sesuatu yang harus dihindari, melainkan ruang sehat dalam demokrasi. Diskusi sejarah seperti ini menguji kematangan bangsa dalam memahami masa lalunya. Apakah masyarakat mampu menilai tokoh secara adil dan menyeluruh? Apakah Indonesia siap melihat sejarah tanpa terjebak pada dikotomi hitam-putih?

Jika proses penetapan gelar berjalan dan kedua tokoh diakui sebagai Pahlawan Nasional, maka ini bukan hanya pengakuan individual, tetapi juga simbol perjalanan panjang bangsa dalam menyusun memori kolektifnya. Rekonsiliasi sejarah bukan berarti melupakan, tetapi memahami, menerima, dan melangkah maju dengan kesadaran yang matang.

Buat kalian yang ingin mendapatkan analisis politik yang tajam dan update terkini, kalian bisa kunjungi Politik Ciki yang dimana akan selalu menyajikan berita dan opini terpercaya seputar dinamika politik Indonesia dan dunia.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Utama dari www.cnnindonesia.com
  • Gambar Kedua dari nasional.kompas.com