DPR minta pemerintah segera turun tangan mengatasi kekerasan seksual di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) setelah terungkap dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang guru besar.

Tindakan tegas dan penegakan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi sorotan utama DPR agar kasus ini tidak hanya diselesaikan secara administratif internal kampus, melainkan juga diproses secara hukum yang adil dan transparan.
Di bawah ini Politik Ciki akan membahas latar belakang kasus tersebut, sikap DPR, respons kampus dan kepolisian, serta pentingnya penegakan hukum yang transparan dan adil untuk memberikan perlindungan kepada korban dan mencegah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.
Latar Belakang Kasus Kekerasan Seksual di Unsoed
Kasus dugaan kekerasan seksual oleh seorang guru besar di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed memicu keprihatinan publik dan mahasiswa. Meski secara resmi laporan masih dalam tahap penyelidikan oleh Polresta Banyumas, aksi solidaritas dan protes dari mahasiswa menunjukkan ketegangan dan penolakan terhadap kekerasan seksual di kampus.
Rektor Unsoed pun membentuk Tim Pemeriksa internal beranggotakan tujuh orang untuk menyelidiki kasus tersebut, namun ada kekhawatiran bahwa penyelesaian internal tidak akan memberikan keadilan bagi korban.
Sikap dan Tuntutan DPR
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, dan anggota Komisi III DPR menegaskan perlunya penegakan UU TPKS dalam menangani kasus ini. Willy mengingatkan bahwa selama ini mekanisme penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi lebih banyak menggunakan aturan administratif seperti Permenristekdikti yang hanya menjatuhkan sanksi ringan, sehingga para pelaku belum ada yang dipidana sesuai UU TPKS sejak undang-undang tersebut disahkan tiga tahun lalu.
DPR menuntut agar tidak ada perlindungan bagi pelaku, apalagi hingga penyelesaian dilakukan secara internal yang bisa melemahkan keadilan bagi korban. Anggota Komisi III, Gilang Dhielafararez, bahkan menyatakan bahwa dunia pendidikan harus menjadi ruang aman tanpa tempat bagi predator seksual. Hukum pidana harus ditegakkan tanpa pandang bulu berdasarkan standar integritas tinggi demi melindungi korban dan memberikan efek jera.
Baca Juga: Komisi III DPR Desak Polisi Untuk Usut Kasus Keracunan Massal MBG di NTT
Pentingnya UU TPKS Dalam Penanganan Kekerasan Seksual

UU TPKS yang disahkan pada 2022 merupakan langkah progresif pemerintah dalam mengatasi kekerasan seksual yang selama ini kerap tersembunyi dan kurang mendapatkan respons hukum yang memadai.
UU ini tidak hanya mengatur sanksi pidana bagi pelaku, tetapi juga mekanisme pencegahan, penanganan, pemulihan korban, dan khususnya memperhatikan hubungan kuasa yang seringkali menjadi faktor dalam kasus kekerasan seksual kampus.
DPR menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di Unsoed harus menerapkan mekanisme berdasarkan UU TPKS, bukan hanya mengandalkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang sifatnya administratif semata. UU TPKS memberikan payung hukum kuat dan prosedur yang lengkap untuk memastikan keadilan dijalankan secara menyeluruh.
Respons dari Pihak Kampus dan Kepolisian
Pihak Unsoed telah membentuk tim internal untuk menyelidiki dugaan kekerasan seksual. Namun, DPR dan mahasiswa menuntut penyelesaian tidak hanya berhenti di internal kampus.
Mereka meminta keterlibatan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini. Polresta Banyumas sudah memulai penyelidikan terkait laporan tersebut. Polresta didorong untuk menerapkan norma dalam UU TPKS secara maksimal. Tujuannya adalah menegakkan hukum dengan adil dan transparan.
Dampak dan Harapan Dari Penanganan Kasus Ini
Kasus kekerasan seksual di Unsoed mendapat sorotan nasional. Pemerintah dan penegak hukum diminta serius menangani masalah ini. DPR menuntut agar budaya diam dan pembiaran dihentikan.
Pendidikan harus menjadi ruang yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Tindakan tegas perlu diberikan agar pelaku mendapat efek jera. Harapannya, kasus serupa tidak akan terulang kembali di masa depan.
Kesimpulan
DPR meminta pemerintah dan aparat penegak hukum segera turun tangan mengatasi kasus kekerasan seksual di Universitas Jenderal Soedirman. Penanganan harus menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Penyelesaian tidak boleh hanya dilakukan secara internal kampus.
Hal itu dinilai tidak menjamin keadilan bagi korban. Penanganan hukum harus profesional, transparan, dan tanpa pandang bulu. Tujuannya adalah menegakkan keadilan dan mencegah kekerasan seksual berulang di pendidikan tinggi. DPR berharap kasus ini menjadi titik balik penegakan hukum yang lebih tegas di Indonesia.
Simak dan ikuti terus Politik Ciki agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari news.detik.com
- Gambar Kedua dari nasional.kompas.com