Polemik Ijazah Hakim MK Arsul Sani, DPR Dan MKD Turun Tangan

Polemik Ijazah Hakim MK Arsul Sani, DPR Dan MKD Turun Tangan

Polemik ijazah Hakim MK Arsul Sani mencuat, mendorong DPR dan MKD bertindak menyelidiki dugaan tersebut segera secara.

Polemik Ijazah Hakim MK Arsul Sani, DPR Dan MKD Turun Tangan

Perpolitikan Indonesia kembali ramai oleh laporan dugaan ijazah palsu yang melibatkan hakim MK Arsul Sani. Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi (AMPK) melaporkan dugaan tersebut ke MKD DPR, memicu respons pimpinan DPR untuk menelusurinya. Kasus ini menambah sorotan terhadap isu integritas pejabat publik.

Simak beragam informasi menarik lainnya tentang politik di Indonesia yang terbaru dan terviral cuman hanya ada di seputaran Politik Ciki.

Laporan Dugaan Ijazah Palsu Menyeret Hakim MK

Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurizal, menegaskan bahwa DPR akan mendalami laporan dugaan ijazah palsu Arsul Sani. Laporan tersebut sudah masuk ke MKD di bawah koordinasi Korkesra DPR, menunjukkan keseriusan DPR menanggapi dugaan pelanggaran etik.

Cucun menjelaskan bahwa DPR akan menunggu laporan resmi dari MKD mengenai kasus ini. Prosedur standar menyatakan bahwa setelah adanya pelaporan, pimpinan MKD akan menyampaikan surat kepada pimpinan DPR. Karena isu ini berada di bawah bidang Korkesra yang ia koordinasikan, laporan tersebut akan melalui pihaknya terlebih dahulu untuk ditindaklanjuti.

Laporan tentang tudingan ijazah palsu Arsul Sani secara resmi dilayangkan oleh Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi (AMPK) pada Senin (17/11). AMPK berharap agar laporan dugaan ijazah palsu milik Arsul ini dapat ditindaklanjuti secara serius dan transparan oleh pihak berwenang, demi menjaga marwah institusi peradilan.

Pimpinan Komisi III DPR Turut Terlibat

Pihak teradu dalam laporan AMPK tidak hanya Arsul Sani, melainkan juga melibatkan lima pimpinan Komisi III DPR periode 2019-2024. Mereka adalah Herman Hery dari PDIP, Adies Kadir dari Golkar, Ahmad Sahroni dari NasDem, Mulfachri dari PAN, dan Desmond J Mahesa dari Gerindra. Keterlibatan mereka menambah kompleksitas kasus ini.

Kelima pimpinan Komisi III tersebut diadukan karena dinilai bertanggung jawab atas proses seleksi dan uji kelayakan (fit and proper test) terhadap Arsul Sani sebagai hakim MK usulan DPR. AMPK menganggap kelalaian mereka dalam proses ini telah mengakibatkan lahirnya putusan kelembagaan yang cacat hukum. Mereka menilai DPR tidak cermat dalam memverifikasi latar belakang Arsul.

Pokok aduan menyebutkan adanya dugaan pelanggaran kode etik akibat kelalaian konstitusional dan perbuatan tidak profesional oleh pimpinan dan anggota Komisi III DPR. Pelanggaran ini dituduhkan telah terjadi selama proses fit and proper test calon hakim MK. Hal itu kemudian berujung pada pengangkatan Arsul Sani sebagai hakim konstitusi.

Baca Juga: Pemerintah Baru Kumpulkan Rp 8 Triliun Dari 200 Wajib Pajak Pengemplang

Pembelaan Arsul Sani, Wisuda di Polandia

Polemik Ijazah Hakim MK Arsul Sani, DPR Dan MKD Turun Tangan

Menanggapi tudingan serius ini, Arsul Sani dengan tegas membantah isu ijazah palsu yang dialamatkan kepadanya. Ia memberikan klarifikasi bahwa dirinya telah menjalani wisuda doktoral pada tahun 2022 di Warsaw Management University (WMU) yang berlokasi di Warsawa, Polandia. Pernyataan ini menjadi poin penting dalam pembelaannya.

Arsul juga menjelaskan bahwa dalam acara wisuda tersebut, Duta Besar Indonesia di Warsawa pada saat itu, Anita Lidya Luhulima, turut hadir. Kehadiran seorang pejabat diplomatik penting ini diharapkan dapat menjadi bukti validitas ijazah dan proses studinya. Ia bahkan menunjukkan foto-foto wisuda sebagai bukti.

Menurut Arsul, ijazah asli diterimanya langsung saat wisuda di Polandia, dan ia memiliki dokumentasi foto bersama Ibu Anita Lidya Luhulima, Dubes RI di Polandia. Keterangan ini dikutip dari detikcom pada Senin (17/11), menunjukkan upayanya untuk transparan dan membuktikan keaslian ijazahnya.

Integritas Pejabat Publik Dan Kredibilitas Institusi

Kasus dugaan ijazah palsu ini menyoroti pentingnya integritas pejabat publik dan kredibilitas institusi negara. Tuduhan semacam ini, jika tidak ditangani dengan serius, dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penting seperti Mahkamah Konstitusi dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Penyelesaian kasus ini akan menjadi ujian bagi MKD dan DPR dalam menegakkan etik dan profesionalisme. Proses penyelidikan harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Hal ini penting untuk memastikan keadilan bagi semua pihak serta menjaga kehormatan institusi negara.

Masyarakat menantikan hasil pendalaman laporan ini, berharap adanya kejelasan dan kebenaran yang terungkap. Kasus ini juga menjadi pengingat bagi seluruh pejabat publik akan pentingnya menjaga rekam jejak dan keabsahan dokumen-dokumen yang menjadi dasar penunjukan mereka dalam jabatan strategis.

Pantau selalu berita politik terkini yang akurat, terpercaya, dan mendalam, eksklusif hanya di Politik Ciki agar Anda tidak ketinggalan setiap perkembangan penting lainnya.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Utama dari cnnindonesia.com
  • Gambar Kedua dari tribunnews.com