Pilkada Tertutup Dinilai Mengurangi Transparansi dan Kualitas Daerah

Pilkada Tertutup Dinilai Mengurangi Transparansi dan Kualitas Daerah

Pilkada tertutup dinilai mengurangi transparansi dan kualitas kepemimpinan daerah, pakar politik menyoroti risiko politik transaksional.

Pilkada Tertutup Dinilai Mengurangi Transparansi dan Kualitas Daerah

Sistem ini dianggap efisien, tetapi berpotensi menurunkan akuntabilitas, legitimasi, dan kinerja kepala daerah. Para ahli menekankan pentingnya reformasi, kombinasi mekanisme terbuka-tertutup, serta pendidikan politik masyarakat agar demokrasi lokal lebih transparan, partisipatif, dan menghadirkan pemimpin yang kompeten.

Simak beragam informasi menarik lainnya yang sedang viral dan terbaru hanya ada di Politik Ciki.

Ahli Politik Soroti Pilkada Tertutup

Pakar politik menilai pelaksanaan Pilkada tertutup tidak selalu menjamin lahirnya kepala daerah yang berkualitas. Sistem ini, yang membatasi partisipasi publik dalam proses pemilihan, dinilai mengurangi transparansi dan akuntabilitas calon kepala daerah. Banyak keputusan penting dalam Pilkada tertutup cenderung berada di tangan elite partai politik.

Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Riska Handayani, meski Pilkada tertutup sering dianggap efisien, namun mekanisme ini memungkinkan politik transaksional lebih dominan. “Pemilihan tertutup bisa menghasilkan kandidat yang kuat di mata partai, tapi belum tentu memiliki visi dan integritas yang dibutuhkan masyarakat,” ujar Dr. Riska.

Selain itu, Pilkada tertutup berpotensi mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Masyarakat sering merasa hak mereka untuk menilai langsung calon kepala daerah terabaikan, sehingga partisipasi politik secara keseluruhan menurun. Hal ini bisa berdampak pada legitimasi kepala daerah yang terpilih.

Pilkada Tertutup pada Kinerja Kepala Daerah

Pakar menekankan bahwa kualitas kepala daerah sangat dipengaruhi oleh keterlibatan publik dalam proses pemilihan. Pilkada terbuka memungkinkan masyarakat menilai calon berdasarkan program, rekam jejak, dan integritas, bukan sekadar rekomendasi partai. Dengan Pilkada tertutup, masyarakat kehilangan kesempatan ini.

Riset terbaru menunjukkan bahwa kepala daerah yang lahir dari Pilkada terbuka cenderung memiliki kinerja lebih tinggi. Hal ini dikarenakan mereka telah diuji melalui proses kompetitif yang transparan, serta memiliki legitimasi politik yang kuat dari basis pemilih langsung. Sedangkan Pilkada tertutup lebih berpotensi menghadirkan kandidat.

Dr. Riska menambahkan bahwa kepala daerah yang lahir dari Pilkada tertutup sering kali menghadapi tekanan dari partai pengusung untuk memprioritaskan kepentingan internal, bukan kepentingan publik. Akibatnya, kebijakan daerah bisa lebih pro-partai dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Kemensos Salurkan Bantuan Tambahan Untuk Pengungsi di Aceh dan Sumbar

Tantangan Demokrasi dan Transparansi

Tantangan Demokrasi dan Transparansi

Sistem Pilkada tertutup menjadi tantangan bagi demokrasi di tingkat daerah. Ketiadaan kontrol publik membuka peluang praktik politik transaksional dan kolusi antar elite. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas kepemimpinan serta pengambilan keputusan yang kurang transparan.

Selain itu, publik sering mengalami kesulitan mendapatkan informasi tentang calon kepala daerah. Dokumen program kerja, visi-misi, maupun latar belakang calon tidak sepenuhnya dipublikasikan, sehingga masyarakat tidak bisa melakukan evaluasi objektif. Kurangnya akses informasi ini berpotensi menimbulkan ketidakpuasan.

Para pakar menilai bahwa peningkatan transparansi dan partisipasi publik sangat penting untuk memperkuat legitimasi kepala daerah. Solusi yang disarankan antara lain memperkuat mekanisme uji kelayakan calon, melibatkan forum konsultasi publik, dan memastikan media dapat mengakses proses pemilihan secara luas.

Langkah Reformasi Sistem Pilkada

Beberapa pakar menyarankan agar pemerintah dan partai politik mengevaluasi kembali mekanisme Pilkada tertutup. Reformasi ini bisa mencakup kombinasi sistem tertutup dan terbuka, sehingga partai tetap memiliki peran dalam menyeleksi calon, namun publik juga berhak memberikan penilaian akhir melalui pemilihan langsung.

Selain itu, pendidikan politik kepada masyarakat menjadi hal penting. Dengan pemahaman yang baik mengenai mekanisme Pilkada, masyarakat bisa menekan partai agar menampilkan calon yang kompeten dan integritasnya teruji. Partisipasi aktif publik juga dapat meminimalisir praktik politik transaksional.

Dr. Riska menegaskan bahwa tujuan utama sistem Pilkada adalah menghasilkan kepala daerah yang berkualitas dan responsif terhadap rakyat. Tidak ada sistem yang sempurna, tapi keterlibatan publik dan transparansi tetap menjadi kunci agar demokrasi lokal berjalan dengan baik.

Pantau selalu keajadian terbaru dan terviral berita lainnya yang kami berikan hanya ada di Politik Ciki.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Utama dari antaranews.com
  2. Gambar Kedua dari antaranews.com