Kasus hukum yang menimpa mantan dirut, Ira Puspadewi, menjadi sorotan publik karena melibatkan dugaan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara dalam skala besar.

Majelis hakim menyatakan bahwa Ira terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun.
Mari kita ulas lebih dalam di Politik Ciki.
Dirundung Kasus Korupsi Besar
Ira Puspadewi, yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sejak 2017 hingga 2024, kini menghadapi konsekuensi hukum atas keputusan bisnisnya selama masa kepemimpinan.
Pada 20 November 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Ira. Terkait perkaranya dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) yang berlangsung antara 2019 hingga 2022.
Sidang pembacaan putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sunoto menyatakan bahwa Ira telah terbukti secara “sah dan meyakinkan” melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan dua mantan direksi ASDP lainnya, yaitu Muhammad Yusuf Hadi (mantan Direktur Komersial) dan Harry Muhammad Adhi Caksono (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan).
Skema Akuisisi dan Kerugian Negara
Sumber sengketa utama adalah kerjasama usaha (KSU) yang kemudian berubah menjadi proses akuisisi PT JN oleh ASDP.
Majelis hakim menilai bahwa dalam proses tersebut terdapat pelanggaran tata kelola diduga ada keputusan direksi yang memberi pengecualian persyaratan untuk KSU, perjanjian dibuat sebelum persetujuan dewan komisaris, dan risiko dari manajemen risiko diabaikan.
Akibat skema tersebut, kerugian negara yang ditetapkan oleh jaksa dalam dakwaan mencapai Rp 1,25 triliun. Dengan sebagian besar keuntungan mengalir kepada pemilik PT JN (disebut sebagai “Adjie”).
Menariknya, meskipun proses tersebut memperkaya pihak luar (pemilik PT JN). Majelis hakim menyimpulkan bahwa Ira tidak menerima keuntungan pribadi. Karena alasan itu, dia tidak dijatuhi pidana uang pengganti.
Baca Juga: KPK Siapkan Kedeputian Intelijen Untuk Perkuat Pemberantasan Korupsi
Pernyataan Upaya Perlindungan Hukum

Meski sudah dijatuhi hukuman, Ira tegas menyangkal tuduhan korupsi. Dia mengklaim bahwa akuisisi PT JN merupakan bagian dari kebijakan strategis, bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk memperkuat operasional ASDP.
Dalam pembelaannya (pledoi), dia menyatakan bahwa langkah tersebut penting agar ASDP bisa lebih kuat melayani wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Lebih lanjut, setelah vonis dibacakan, Ira meminta perlindungan hukum dari Presiden RI, Prabowo Subianto. Menurutnya, perlu ada jaminan bagi profesional BUMN yang melakukan keputusan besar demi kepentingan nasional bukan sekadar untuk perusahaan semata.
Pertimbangan Majelis Hakim
Dalam pertimbangan vonis, majelis hakim menyatakan sejumlah hal memberatkan. Di antaranya adalah penyalahgunaan jabatan sebagai direksi BUMN dan beban utang besar yang ditimbulkan untuk ASDP, yang dinilai sebagai konsekuensi negatif dari keputusan akuisisi tersebut.
Hakim juga menyebut bahwa tindakan ini tidak mendukung cita-cita penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Di sisi lain, hakim juga mencatat beberapa faktor yang meringankan. Menurut putusan, perbuatan terdakwa lebih bersifat kelalaian berat daripada motivasi meraup keuntungan secara langsung.
Hakim mempertimbangkan bahwa para terdakwa tidak terbukti menikmati hasil korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta ada “warisan korporasi” yang masih bisa bermanfaat bagi publik melalui ASDP.
Salah satu aspek yang cukup menarik adalah pendapat dissenting dari salah satu hakim. Menurut hakim tersebut, Ira seharusnya bebas karena indikasi korupsi pribadi tidak jelas.
Korporasi BUMN dan Tata Kelola
Putusan ini menjadi sorotan publik karena kasusnya tidak hanya soal korupsi klasik. Tetapi juga menyangkut tata kelola korporasi BUMN. Aksi akuisisi di perusahaan milik negara, bila tidak diawasi dengan benar, bisa berujung pada risiko besar beban utang, potensi penyalahgunaan dana publik, dan konflik kepentingan.
Kasus ini juga menggarisbawahi tantangan dalam menjalankan BUMN sebagai institusi bisnis sekaligus entitas publik keputusan strategis perlu disertai mekanisme due diligence dan persetujuan internal yang kuat agar tidak melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Buat kalian yang ingin mendapatkan analisis politik yang tajam dan update terkini, kalian bisa kunjungi Politik Ciki yang dimana akan selalu menyajikan berita dan opini terpercaya seputar dinamika politik Indonesia dan dunia.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari megapolitan.kompas.com
- Gambar Kedua dari www.poskota.co.id