Dedi Mulyadi Klaim Program Barak Militer Akan Turunkan Aksi Tawuran

Dedi Mulyadi Klaim Program Barak Militer Akan Turunkan Aksi Tawuran

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, klaim bahwa program barak militer yang digagasnya terbukti efektif dalam menurunkan aksi tawuran di kalangan pelajar bermasalah di wilayahnya.

Dedi

Program ini melibatkan pengiriman siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer untuk mengikuti pendidikan disiplin dan karakter selama beberapa minggu. Meski menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, Dedi Mulyadi tetap optimis melanjutkan program ini sebagai upaya serius menangani permasalahan sosial, khususnya tawuran dan geng motor di Jawa Barat. Politik Ciki akan memambahas lebih dalam mengenai Dedi Mulyadi klaim program barak militer.

Latar Belakang dan Tujuan Program Barak Militer

Problematika tawuran dan geng motor di kalangan pelajar di Jawa Barat menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Dalam menghadapi hal tersebut, Dedi Mulyadi menginisiasi program pendidikan karakter di barak militer sebagai metode alternatif yang bertujuan membentuk karakter, disiplin, dan nasionalisme di kalangan pelajar yang dianggap bermasalah.

Program ini tidak hanya fokus pada pembinaan kedisiplinan fisik, tetapi juga menyertakan pelajaran Bela Negara dan pendekatan nasionalisme yang lebih mendalam. Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pendidikan berbasis militer ini dapat memberikan “efek kejut” yang kuat kepada para peserta didik. Efek kejut ini diyakini mampu mengurangi perilaku negatif seperti tawuran antar pelajar.

Melalui metode ini, siswa diharapkan menjadi lebih patuh terhadap aturan, bertanggung jawab, dan memiliki rasa cinta tanah air yang lebih tinggi. Bahkan Dedi mencontohkan perubahan positif yang sudah terlihat, seperti siswa menjadi lebih rajin, mulai berjalan kaki ke sekolah. Dan menurunnya penggunaan knalpot motor yang berisik, yang selama ini sering menjadi pemicu konflik.

Pelaksanaan Program dan Respons Masyarakat

Program ini dilaksanakan dengan mengirimkan siswa bermasalah ke barak-barak militer yang tersebar di beberapa wilayah, seperti Purwakarta dan Rindam III/Siliwangi. Pendidikan karakter yang diberikan berlangsung selama 14 hari dengan berbagai aktivitas seperti pelatihan baris-berbaris. Latihan fisik, bela diri, serta pengajian dan pembinaan oleh guru dan anggota TNI.

Dedi menyatakan telah menyiapkan anggaran sekitar Rp 6 miliar untuk membiayai semua kebutuhan program, termasuk seragam, konsumsi, dan honor pelatih. Jumlah pendaftar program ini terus meningkat, terutama karena adanya kegelisahan orang tua terhadap perilaku anak-anak mereka yang dianggap bermasalah.

Misalnya, di Depok, per 26 Mei 2025 sudah tercatat lebih dari 270 anak mendaftar mengikuti program Pembinaan Karakter dan Bela Negara di barak militer. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat percaya dan memberi respon positif terhadap program tersebut sebagai solusi pembinaan anak-anak yang berpotensi melakukan tawuran.

Dedi Mulyadi juga menunjukkan kepercayaan diri tinggi terhadap program ini dengan mengundang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komnas HAM, dan Komisi X DPR RI untuk melihat langsung pelaksanaan pendidikan di barak militer guna menilai efektivitas dan pelaksanaan program secara transparan.

Baca Juga: Ahli IT UI Bongkar Jejak Digital Harun Masiku dan Hasto Saat OTT KPK

Kritik dan Tanggapan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Kritik

Meskipun mendapatkan dukungan dari sebagian masyarakat, program barak militer juga mendapat kritik keras dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI, melalui Wakil Ketua Jasra Putra, menilai bahwa pengiriman anak berusia sekolah ke barak militer berpotensi melanggar hak-hak anak.

Pengawasan sementara yang dilakukan KPAI menemukan bahwa program ini sarat dengan pelanggaran prinsip perlindungan anak. Mulai dari pelabelan negatif terhadap siswa sebagai “anak nakal” yang berisiko menimbulkan diskriminasi. Hingga penggunaan pola pendidikan militer yang tidak sesuai prinsip perlindungan anak dan tidak memperhatikan karakteristik psikologis anak.

KPAI pun mendesak agar program ini dihentikan sementara hingga dilakukan evaluasi menyeluruh, termasuk terkait aspek regulasi dan dampaknya bagi anak-anak. Mereka menegaskan pola pendidikan dan pelatihan bagi anak-anak tidak bisa disamakan dengan pelatihan untuk calon prajurit TNI karena karakter dan psikologi anak berbeda dengan orang dewasa.

Sikap Dedi Mulyadi dan Harapan terhadap Program

Menanggapi kritik tersebut, Dedi Mulyadi tetap kukuh melanjutkan program barak militer. Ia beralasan bahwa metode pendidikan formal yang berjalan saat ini gagal membentuk karakter pelajar secara utuh. Oleh karena itu, pendekatan militeristik yang dilaksanakannya dianggap sebagai alternatif yang lebih efektif, meski hanya diterapkan untuk jangka pendek selama 14 hari.

Menurut Dedi, dalam waktu singkat itulah perubahan mental dan karakter pelajar yang bermasalah bisa dicapai secara signifikan. Dedi juga menegaskan bahwa program ini bukan sekadar pelatihan fisik. Tapi juga pembentukan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme yang sulit diberikan dalam sistem pendidikan konvensional.

Ia berambisi untuk membangun sistem pendidikan kebangsaan secara masif di seluruh Jawa Barat. Bahkan membentuk sekolah kebangsaan dengan metode serupa di setiap kabupaten serta melibatkan ratusan psikolog dalam program pembinaan.

Dalam kesempatan lain, Dedi mengajak masyarakat dan para pengkritik untuk melihat langsung hasil program ini dan menilai berdasarkan data empiris. Terutama terkait penurunan angka kriminalisasi remaja, khususnya tawuran dan geng motor di Jawa Barat. Ia juga menegaskan, pemerintahannya akan terus berkomitmen menjalankan program yang dinilai bermanfaat demi kepentingan warga Jawa Barat, meskipun harus menghadapi tekanan dan kritik.

Kesimpulan

Program barak militer yang diprakarsai oleh Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat merupakan inovasi kontroversial dalam upaya penanggulangan tawuran pelajar. Dan pembinaan karakter anak bermasalah. Melalui pendidikan karakter militeristik selama dua minggu, Dedi mengklaim terjadi penurunan signifikan dalam aksi tawuran. Sekaligus peningkatan kedisiplinan dan perubahan positif perilaku siswa.

Namun, kritik muncul dari KPAI dan pengamat pendidikan terkait potensi pelanggaran hak anak dan metode pelatihan yang terlalu keras. Serta tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak meski demikian, Dedi tetap teguh melanjutkan programnya dengan keyakinan bahwa pendekatan ini lebih efektif dibandingkan sistem pendidikan formal yang ada saat ini.

Untuk menyempurnakan program tersebut diperlukan evaluasi menyeluruh dan dialog terbuka antara pemerintah. Pakar pendidikan, serta lembaga perlindungan anak guna memastikan bahwa perlindungan dan kesejahteraan anak tetap menjadi prioritas utama.

Dengan meningkatnya dukungan dari masyarakat, khususnya orang tua yang ingin anaknya dibina lebih baik, serta komitmen pemerintah daerah. Program barak militer ini akan terus berjalan sambil terus dipantau efektivitas dan dampaknya terhadap para peserta didik dan masyarakat Jawa Barat secara umum.

Manfaatkan waktu anda untuk mengekpslorisasi ulasan menarik lainnyam mengenai berita viral hanya di Politik Ciki.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari megapolitan.kompas.com
  2. Gambar Kedua dari sijogja.com