Suasana internal PDI Perjuangan (PDIP) di Kota Surabaya kembali memanas menyusul pencopotan jabatan Ketua DPC yang penuh kontroversi.
Ahmad Hidayat, salah satu kader senior yang juga mantan Wakil Sekretaris DPC PDIP Surabaya, melontarkan kritik pedas terhadap Pelaksana Tugas (PLT) Ketua DPC, Yordan Batara Goa. Ahmad menilai kepemimpinan Yordan menyimpang dari aturan organisasi yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Kritik tersebut memicu ketegangan baru di tubuh partai berlambang banteng moncong putih. Di bawah ini Politik Ciki akan membahas konflik internal serta kritik keras terhadap kepemimpinan DPC.
Kritik Pedas Atas Praktik Kepemimpinan
Dalam pernyataan tegasnya pada Selasa, 4 Juni 2025, Ahmad Hidayat mengungkapkan bahwa partai seharusnya menjadi pelindung kader, bukan malah menekan mereka. “Partai seharusnya melindungi kader, bukan justru menekan mereka” tegas Ahmad dengan nada penuh rasa kecewa.
Salah satu sorotan utama Ahmad adalah praktik pemanggilan kader oleh PLT Ketua DPC yang menurutnya menyerupai prosedur interogasi ala kepolisian. Cara-cara tersebut dianggap tidak sesuai dengan norma dan prosedur internal PDIP, bahkan melanggar ketentuan yang diatur dalam AD/ART partai.
Lebih jauh, Ahmad menegaskan bahwa pembentukan Komite Etik atau Mahkamah Partai bukan kewenangan DPC, melainkan domain Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran tata kelola organisasi yang serius di tingkat kota.
“Prosedur yang digunakan itu seperti menekan dan menyudutkan kader hanya karena perbedaan sikap politik” kata Ahmad. Ia meyakini bahwa tindakan tersebut berpotensi membunuh karier kader secara sistematis, yang tentu sangat merugikan keberlangsungan partai dan semangat demokrasi internal.
Kondisi Konsolidasi Partai yang Tidak Sehat
Menurut Ahmad, konsolidasi internal PDIP Surabaya saat ini tengah mengalami kondisi yang tidak sehat. Ia bahkan mengungkapkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap kader yang tidak sejalan dengan kepemimpinan PLT.
Salah satu contoh yang ia angkat adalah laporan polisi terhadap Ketua PAC Tambaksari, Arif Wirawan, yang menurutnya diduga diarahkan oleh oknum pengurus DPC. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik internal partai mulai mengarah ke ranah hukum, yang seharusnya menjadi jalur terakhir dan bukan alat tekanan politik internal.
“Kepemimpinan PLT tidak memberi rasa aman bagi kader. Ini seperti ada upaya sistematis untuk mengkriminalisasi kader” tegas Ahmad dengan nada serius.
Dinamika ini menimbulkan kegelisahan di kalangan kader PDIP Surabaya yang berharap partai tetap menjadi wadah demokrasi yang sehat dan adil, bukan arena pertarungan ambisi yang destruktif.
Baca Juga: PDIP Kokoh di Hati Rakyat: Komitmen dan Perjuangan Keadilan Sosial
Ancaman dan Tekanan Politik
Ahmad mengungkapkan bahwa perpecahan internal PDIP Surabaya berawal dari tekanan yang ia alami setelah menolak mendukung salah satu figur tertentu dalam pemilihan konferensi cabang (konfercab). Penolakan ini memicu ancaman-ancaman yang menyasar dirinya secara pribadi.
“Saya pernah dipanggil ke rumah salah satu pimpinan eksekutif dan mendapat ancaman karena menolak mendukung figur tertentu” ungkap Ahmad. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang demokrasi internal dan kebebasan berpendapat di partai yang selama ini dikenal memiliki tradisi kaderisasi yang kuat.
Meski demikian, Ahmad menegaskan bahwa dirinya tetap setia kepada partai dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Bahkan ia berharap dapat bertemu langsung dengan Megawati untuk menyampaikan bukti-bukti berupa percakapan, foto, hingga video terkait berbagai masalah internal yang sedang terjadi.
“Kalau tidak bisa bertemu langsung Ibu Megawati, rasanya seperti mati. Saya ingin sampaikan semuanya” kata Ahmad dengan suara bergetar, menandakan betapa besar harapannya agar suara kader yang selama ini tertekan bisa didengar oleh pucuk pimpinan tertinggi.
Dugaan Manuver Politik di Balik Pembebastugasan
Ahmad juga mempertanyakan alasan pembebastugasannya yang disebut-sebut karena tidak solid. Ia menganggap klaim tersebut tidak berdasar, apalagi melihat hasil nyata yang berhasil diraih di bawah kepemimpinannya.
“Kemenangan PDIP di Pilgub Jawa Timur dan Pilwali Surabaya menjadi bukti kuat soliditas kader di bawah kepemimpinan saya” ujarnya bangga. Fakta kemenangan ini menjadi bukti bahwa kader PDIP Surabaya mampu bekerja dengan kompak dan profesional. Bahkan setelah bertahun-tahun tidak meraih kemenangan signifikan di tingkat daerah.
Namun di balik itu, Ahmad mengungkapkan dugaan adanya manuver dari sejumlah pihak yang ingin menguasai posisi strategis di partai, termasuk jabatan Ketua DPC, Ketua DPRD, hingga calon pengganti antar waktu (PAW) legislatif. Ia menegaskan bahwa PDIP bukanlah tempat untuk mengejar ambisi semata.
“Kalau kami dibebastugaskan, kami terima. Tapi kalau kader lain dibenturkan demi ambisi kekuasaan, itu tidak bisa diterima” pungkasnya.
Kesimpulan
Kisah Ahmad Hidayat dan PDIP Surabaya saat ini mencerminkan sebuah pertempuran internal yang penuh gejolak. Di satu sisi, ada upaya menjaga soliditas dan integritas partai yang selama ini menjadi kekuatan PDIP. Di sisi lain, muncul ancaman penyalahgunaan wewenang yang dapat merusak nilai-nilai demokrasi internal dan menimbulkan ketidakamanan kader.
Kepemimpinan yang baik harus mampu menyeimbangkan aspirasi kader dengan aturan organisasi tanpa menimbulkan tekanan atau intimidasi. Kejelasan dan transparansi proses internal menjadi kunci untuk menghindari konflik yang berlarut-larut.
Kader seperti Ahmad Hidayat yang berani bersuara, meski menghadapi tekanan, menjadi pengingat bahwa partai harus mendengarkan dan melindungi semua anggotanya. Hanya dengan itulah PDIP Surabaya dapat keluar dari krisis ini dan kembali menjadi partai yang solid, demokratis, dan siap memenangkan pertempuran politik di masa depan.
Simak dan ikuti terus Politik Ciki agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari diagramkota.com
- Gambar Kedua dari harianbhirawa.co.id
One thought on “PDIP Surabaya Memanas, Kritik Ahmad Hidayat Pada Kepemimpinan PLT DPC”