Gelar Pahlawan Soeharto Dipersoalkan, TAP MPR XI/1998 Jadi Sorotan

Gelar Pahlawan Soeharto Dipersoalkan, TAP MPR XI/1998 Jadi Sorotan

Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto kembali memunculkan perdebatan luas di masyarakat.

Gelar Pahlawan Soeharto Dipersoalkan, TAP MPR XI1998 Jadi Sorotan

Banyak pihak menilai bahwa pengusulan gelar tersebut belum tepat mengingat masih adanya catatan sejarah dan proses hukum yang belum terselesaikan terkait masa pemerintahannya.

Sorotan terutama tertuju pada TAP MPR XI/1998, sebuah ketetapan yang lahir pada awal Reformasi sebagai respon terhadap tuntutan pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Mari kita ulas lebih dalam di .

Latar Belakang Wacana Pemberian Gelar

Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali memicu sorotan publik dan perdebatan luas.

Gelar tersebut merupakan salah satu bentuk penghargaan tertinggi Negara kepada seseorang yang dinilai telah memberikan kontribusi luar biasa bagi bangsa dan negara.

Soeharto memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade, dari 1966 hingga 1998, melalui masa yang dikenal sebagai Orde Baru. Di satu sisi, masa pemerintahannya dipandang membawa stabilitas politik, pembangunan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi.

Namun di sisi lain, terdapat catatan pelanggaran hak asasi manusia, pembatasan kebebasan sipil, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang disebut-sebut mengakar pada periode tersebut.

Perdebatan mengenai kelayakan pemberian gelar ini menjadi semakin tajam ketika dikaitkan dengan TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Ketetapan tersebut secara tegas menginstruksikan penindakan terhadap praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, termasuk Soeharto.

Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa pemberian gelar tersebut berpotensi bertentangan dengan semangat reformasi dan aturan hukum yang berlaku.

Isi dan Konteks TAP MPR No. XI/MPR/1998

TAP MPR No. XI/MPR/1998 disahkan pada masa awal Reformasi sebagai bagian dari upaya membongkar praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang dianggap mengakar pada masa Orde Baru.

Ketetapan ini memandatkan agar pemerintah melakukan penegakan hukum, penyelidikan, dan penindakan terhadap dugaan praktik korupsi yang melibatkan pejabat negara. Baik yang masih menjabat maupun yang sudah tidak menjabat.

TAP ini tidak secara spesifik menyebut nama, namun dalam konteks sejarahnya. Soeharto adalah salah satu figur utama yang dikaitkan dengan kasus-kasus besar terkait pengelolaan yayasan. Kepemilikan aset keluarga, hingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam perspektif para penolak gelar pahlawan, ketetapan tersebut menunjukkan bahwa status hukum dan sejarah Soeharto belum tuntas sepenuhnya.

Memberikan penghargaan tertinggi negara di tengah catatan tersebut dianggap berpotensi mengabaikan amanat perubahan yang disuarakan masyarakat pada 1998.

Namun demikian, para pendukung wacana pemberian gelar berargumen bahwa Ketetapan tersebut tidak melarang pemberian gelar pahlawan dan bahwa proses hukum terhadap Soeharto juga pernah dihentikan karena alasan kesehatan.

Mereka juga menilai bahwa kontribusi Soeharto dalam pembangunan nasional tidak dapat dihapus begitu saja dari sejarah.

Baca Juga: PAN Dukung Penganugerahan Gelar Pahlawan Ke Beberapa Tokoh Bangsa

Argumen Pihak yang Mendukung Pemberian Gelar

Argumen Pihak yang Mendukung Pemberian Gelar

Pendukung pemberian gelar menilai Soeharto sebagai tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam membangun fondasi ekonomi Indonesia. Selama pemerintahannya, berbagai proyek pembangunan dilakukan, mulai dari swasembada beras, program transmigrasi.

Hingga pembangunan jalan, waduk, dan fasilitas pendidikan. Stabilitas politik pada masanya dianggap menciptakan ruang bagi investasi dan pertumbuhan industri.

Selain itu, sebagian masyarakat terutama yang hidup di era tersebut merasa bahwa kehidupan ekonomi mereka lebih teratur. Harga kebutuhan pokok terjangkau, dan negara relatif aman.

Perspektif nostalgia ini memengaruhi penilaian sebagian orang terhadap sosok Soeharto. Mereka berpendapat bahwa sejarah harus dilihat secara utuh, meliputi keberhasilan dan kekurangannya.

Maka, menurut kelompok ini, gelar pahlawan layak diberikan karena Soeharto telah berperan besar dalam pembangunan nasional. Terlepas dari kontroversi pada akhir masa pemerintahannya.

Argumen Pihak yang Menolak Pemberian Gelar

Sebaliknya, pihak yang menolak pemberian gelar menilai bahwa kontribusi Soeharto dalam pembangunan tidak dapat digunakan untuk mengabaikan masalah serius yang terjadi selama pemerintahannya.

Penindasan politik, pembatasan kebebasan berpendapat, serta berbagai dugaan pelanggaran HAM menjadi alasan kuat penolakan. Selain itu, berbagai laporan dan kajian akademik menunjukkan adanya praktik KKN yang terstruktur, sistematis, dan meluas.

Penolakan ini juga mendapat dasar dari TAP MPR No. XI/MPR/1998. Para penolak berpendapat bahwa selama ketetapan tersebut belum dicabut atau direvisi. Negara secara moral maupun hukum wajib konsisten terhadap semangat pemberantasan KKN.

Dengan demikian, pemberian gelar pahlawan tanpa penyelesaian sejarah dianggap berpotensi mengaburkan proses rekonsiliasi nasional dan memberi presiden yang kurang baik dalam pendidikan sejarah politik.

Buat kalian yang ingin mendapatkan analisis politik yang tajam dan update terkini, kalian bisa kunjungi Politik Ciki yang dimana akan selalu menyajikan berita dan opini terpercaya seputar dinamika politik Indonesia dan dunia.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Utama dari www.cnnindonesia.com
  • Gambar Kedua dari nasional.kompas.com